Rabu, 22 Januari 2014

Cerita Sore dari Seekor Burung, Guguk dan Semangkuk Ukhuwah

Oleh: Alfina Dewi

Islamedia - Sore tadi karena kekenyangan, aku berleha-leha di dahan pohon. Aku hanya mondar-mandir mengisi waktu luang sebelum malam tiba. Sekali-kali bercicit dan melompat. Sepi sekali sore ini. Gerombolan manusia memasuki tempat makan dan cafe di daerah ini. Mereka biasa-biasa saja, bahkan banyak wanita yang memakai busana yang tidak layak. Apa-apaan.. mengganggu pemandangan saja, Tuhanku sudah mengingatkan lewat Al-qur’an kalau wanita harus menjulurkan jilbab, tapi kenapa wanita-wanita itu tidak? Aaaah.. merusak pemandangan saja.. 

Merasa bosan, mulai kupatuk dahan pohon. Tuk .. tuk.. tuk... Sebentar, apa itu? Aku penasaran membalikkan tubuh mengamati dari belakang daun, mengangkat kepala dan berkonsentrasi pada sesuatu di depan. 

Masya Allaaah... ada bidadari! Empat jumlahnya. Manis sekali, tersenyum begitu bersahaja, tawanya begitu renyah, berbalutkan jilbab, seolah ada gemerlap cahaya membersamai langkah mereka. Ya Allah, mengapa baru sekarang mereka datang? Membuat duniaku, seekor burung pipit kembali bersemangat, sungguh bidadari-bidadari cantik. Waaaaahh.... selama mereka melintas, tak henti-hentinya aku berdzikir menyebut namaMu ya Allah... 

@@@ 

Di sudut rumah besar berpagar tinggi, suasana sore begitu sunyi. Seekor guguk berbadan gempal sedang memejamkan matanya. Sore seperti ini lebih baik tidur bermalas-malasan daripada patroli keliling rumah. 

Hmmm..hmm..hmm.. perlahan guguk mengendus. Ada wewangian melintasi rumahnya. Setelah sebelah matanya mengintip, ia terperanjat. Ada sesuatu yang indah berjalan di depan rumah! Wangi ketaqwaan mereka begitu semerbak di hidung si guguk. Itu bidadari! Ia sangat ingin menyapa, tapi.. GUK! GUK! GUK! Astagaa.. Cuma itu yang bisa keluar dari mulutnya, mendadak sontak gerombolan bidadari itu berlari menjauh karena ketakutan. Si guguk kecewa. “Aku hanya ingin menyapa..”, gumamnya penuh kesedihan. Lalu menetes air matanya dan kembali duduk sampai terlelap. Dalam hatinya, ingin ia sapa lagi bidadari itu bila lewat depan rumah lagi. 

@@@ 

“Yaaah, si guguk begitu sih nyapanya... Siapa yang enggak takut? Salah dia sendiri, nyapa kok nyeremin.. Hiiiyy...”, gumam burung pipit yang melihat kejadian itu dari jauh. Matanya tak henti mengamati gerak-gerik empat bidadari yang makin mendekat padanya. Diam-diam ia siap untuk terbang di atas bidadari itu untuk meyapa ketika mereka berjalan tepat di bawah pohon yang ia hinggapi. Perlahan bidadari semakin dekat, burung pipit menghitung saat ia melompat. Satu.. Dua.. Tiii... Saat kakinya siap melompat, dan sayapnya siap dibentangkan, tak disangka keempat bidadari itu berbelok masuk ke warung mie baso. 

“TiiiiGaaa..... eits.. waaah, kok belok sih bidadariiiii?”, gerutu burung pipit protes. 

Keempat bidadari itu masuk ke warung mie baso meninggalkan burung pipit dan guguk yang sama-sama kecewa.. 
@@@ 

“Waaah horor banget sih tadi guguknyaa”, ujar mbak Sari masih sambil gemeletuk giginya begitu duduk di kursi. Ngeri. “Haha.. mbak Sari langsung ngacir gitu aja...”,sahut Ana sambil nyengir dikit-dikit. 

Sore itu, aku, Bunga, Ana, mbak Sari makan siang (makan sore dong harusnya?) di mie ayam mas Yudi (ups sebut merek). Tempat cukup favorit buat nongkrong anak-anak SMA ku. Kenapa harus di mie ayam mas Yudi? Soalnya Ana lagi gak enak badan, butuh yang anget-anget gitu. (sebenernya enggak juga sih hehe). Dan kami berempat sengaja jalan kaki dari SMA , padahal bisa naik motor dan setelah makan bisa langsung berpencar ke tempat tujuan masing-masing. Kenapa harus jalan kaki? Karena, kalau naik motor, gak akan ada episode burung pipit terpesona sama empat bidadari yang berjalan ke arahnya dong, belum lagi gak akan ada episode guguk nyapa bidadari sampai bidadari pada ngibrit. Nanti gak seru ceritanya... 

Dan sore itu empat mangkuk mie ayam, pangsit rebus dan dua tahu baso sukses jadi saksi ukhuwah kami berempat. Sudah lama rasanya, terlalu sibuk dengan urusan mentoring, dakwah, ujian, sampai acara makan siang bersama seperti ini saja terasa begitu bermakna. Obrolan mengalir begitu saja melemaskan urat syaraf yang selama ini tegang dengan ujian dakwah, urat itu mengukir senyum di wajah kami masing-masing. 

@@@ 

Indah. 

Ternyata bahagia itu sederhana. Hanya bersama mereka, mengobrol ringan dan tertawa bersama. Segala beban seketika hilang dan ikut menguap dengan kepulan asap dari panci mie baso. 

Melihat senyum di wajah-wajah saudara seiman itu, membuat yakin bahwa inilah bahagia sebenarnya. Alhamdulillah Allah perkenankan kita mencicipinya di dunia. Tertawa dalam dekapan ukhuwah. Mungkin sudah banyak kelelahan kita tanggung bersama, kepayahan dalam dakwah kita rasakan bersama, kesulitan kita pikul bersama. Dan saat ujian Allah itu telah lewat, tertawa bersama mereka bukan hal yang melemahkan hati. Tapi makin menguatkan iman dan mengeratkan ikatan ukhuwah. 

Imam Hasan Al Banna pernah berkata 

“Yang saya maksud dengan ukhuwah adalah terikatnya hati dan ruhani dengan ikatan aqidah. Aqidah adalah sekokoh-kokoh ikatan dan semulia-mulianya. Ukhuwah adalah saudaranya keimanan, sedangkan perpecahan adalah saudara kembarnya kekufuran. Kekuatan yang pertama adalah kekuatan persatuan; tidak ada persatuan tanpa cinta kasih; minimal cinta kasih adalah kelapangan dada dan maksimalnya adalah itsar” 
“Al Akh yang tulus,” lanjut beliau, “Melihat saudara-saudaranya yang lain lebih utama daripada dirinya.. Dan sesungguhnya serigala hanya makan kambing yang terlepas sendirian. Seorang mukmin dengan mukmin lainnya ibarat sebuah bangunan, yang satu mengokohkan yang lain.” 

Kemudian tersadar dan bergumam, “Sudahkah kita merajut tali ukhuwah? Berlandaskan aqidah dan menirukan sunnah? Membangun sebuah jama’ah untuk menguatkan dakwah?” 

@@@ 

Hari semakin sore, perut pun sudah penuh terisi, saatnya bertebaran lagi di muka bumi. Kami berempat kembali ke sekolah untuk mengambil motor dan bergegas menjalankan amanah selanjutnya. 

@@@ 

“Nah, itu dia bidadarinya!”, teriak burung pipit ceria, bisa melihat wajah-wajah teduh berbalut jilbab! Cantik sekali. Ya Allaah.. Terlihat kerutan di wajah mereka karena kerja-kerja dakwah, mereka bertemu dalam ketaatan, bersatu dalam perjuangan untuk menegakkan dienMu, maka kuatkanlah ikatan ukhuwahnya ya Allah, tegakkanlah cintanya, tunjukilah jalan mereka, terangilah dengan cahayaMu yang tiada pernah padam, karena sesungguhnya Engkaulah Pelindung dan Pembela.. 

Dengan khusyuk burung itu memanjatkan doa untuk hamba Allah yang begitu menarik perhatiannya. Sampai ia menyebut mereka bidadari. Setelah itu ia terbang, terbang, terbang kembali ke sarangnya sambil membawa hikmah untuk diceritakan pada keluarganya di rumah. Tentang bidadari-bidadari yang mengalihkan perhatiannya. 

@@@ 

“GUK GUK GUK!”, sekali lagi guguk menunaikan tekadnya yang kuat untuk menyapa bidadari yang lewat depan rumahnya lagi, tapi sayang, bidadari itu tidak paham bahasa guguk dan tetap berlari saat guguk itu menggonggong di depan mereka. 

@@@ 

Sampai kapanpun, keempat manusia yang disebut bidadari itu tidak akan pernah tahu apakah mereka benar-benar bisa menjadi bidadari di surga nantinya. Sementara tantangan dan ujian dakwah masih menanti di depan. Apakah mereka akan kuat berada di jalan dakwah, hanya Allah yang tahu dan hanya kepada mereka takdir itu dipasrahkan. Manusia begitu beruntung diberi pilihan oleh Allah melewati dua jalan di hidupnya. Jalan ketaatan yang membawa ke surga, atau jalan kesesatan yang membawa ke neraka. Tentunya barisan dakwah dengan akidah yang kuat dan erat dengan ukhuwah tidak akan membiarkan pejuang-pejuangnya berakhir di kubangan neraka. 
Wahai sahabat-sahabatku, khususnya pejuang-pejuang dakwah tercinta, teguhkan niat dan hati kita untuk menebar kebaikan di sekolah tercinta. Masih butuh kita mewarnai sekolah dengan keindahan islam. Masih jelas bangunan sekolah itu mengharapkan kerja keras tangan-tangan kita menyebarkan islam di seluruh penjurunya. Masih terlihat jelas wajah adik-adik kita yang haus ilmu dan butuh bimbingan kita. Jangan meninggalkan generasi yang lemah! Mari menyemai generasi tunas bangsa di negeri kita, tentunya bukan hanya aku dan kamu saja, tapi dia, mereka dan kita semua J 

@@@ 

Ingat kata-kata ustadz Salim A Fillah: “Jadilah kupu-kupu, jadilah pohon berbuah madu. Maka matahari akan mendekapmu, dalam hangat dan cahaya. Dalam dekapan ukhuwah, kita mengambil cinta dari langit, lalu menebarkannya di bumi. Sungguh, di surga, mimbar-mimbar kemilau dan menara-menara cahaya menjulang untuk hati yang saling mencintai karena Allah. Mari membangunnya dari sini, sebening prasangka, selembut nurani, sehangat semangat, senikmat berbagi, sekokoh janji. Bahkan andai segala di sekitarmu gelap dan pekat, tidakkah kau curiga dirimulah yang dikirim Allah untuk menjadi cahaya? Maka berkilaulah! Senantiasa dalam dekapan ukhuwah.” 

0 komentar:

Posting Komentar