Rabu, 22 Januari 2014

Karena Iman Hanya Dapat Disentuh Dengan Iman

Oleh: Saif Fatan

“Jika hamba-Ku mendekat kepada-Ku satu jengkal, maka aku akan mendekat kepada-Nya satu hasta. Jika hamba-Ku mendekat kepadaku satu hasta, Aku akan mendekat kepada-Nya satu depa. Jika hamba-Ku mendatangiku dengan berjalan, Aku akan mendatanginya dengan berlari"

(HR.Bukhari)

Dakwah bukan hanya sekedar syiar tanpa makna. Namun terdapat unsur yang teramat penting bernama keteladanan. Bayangkan jika seorang pejuang dakwah tidak memiliki sosok yang patut diteladani. Segala bentuk perangainya tidak membuahkan hasil sama sekali. Karena hati yang disentuh olehnya telah kaku karena tingkah lakunya yang tidak mencerminkan sebagai seorang teladan. Sebuah keniscayaan bahwa yang akan turun adalah azab Allah, bukan rahmat yang menyejukkan.

Seorang pejuang dakwah sangat memahami bahwasannya iman hanya dapat disentuh dengan iman. Akhlak yang baik hanya dapat diraih dengan jalan akidah yang benar sehingga kemudian terimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Itulah cara dakwah efektif Rasulullah selama kurang lebih 22 tahun membangun peradaban Islam di masanya. Membangun pondasi awal berupa penanaman akidah dan akhlaq para sahabat yang begitu terhujam kuat ke dalam hati. Sebagai efeknya akan melahirkan genarasi umat yang tidak memiliki kecacatan tekad sama sekali. 

Sehingga muncullah sosok seperti Abu Dzar Al Ghiffari sebagai orang yang lurus perkataannya. Seorang yang keras berjuang menegakkan kebenaran walaupun bertahun-tahun diasingkan di jazirah arab. Hingga akhirnya sempat terucap dari lisannya ketika ia menghadap raja di Mekkah yang dzalim “bahkan kalaupun anda meletakkan pedang di leher saya, dan ternyata masih ada sepatah kata yang Rasulullah ucapkan kepada saya dan wajib saya sebarkan. Maka saya akan mengatakannya walau akhirnya leher ini akan terhunus oleh pedang anda” Maha Pemurah Allah, yang telah menghujamkan kecintaan pada dakwah ke dalam diri insan mulia dari Ghiffar itu.

Orientasi akan sebuah akhir yang baik berupa akhirat akan menjadi nafas hidup bagi orang-orang meniti jalan mulia ini. Sang teladan sejati pernah mengingatkan bahwasannya jalan hidup kita tak akan mudah. Diorama dunia yang menggiurkan akan senantiasa menjadi batu penghalang ketika kita sedang berusaha memupuk keistiqomahan menuju akhir yang baik itu. Hanya Al Quran dan Hadits yang akan menjadi pedoman mereka sepeninggalnya beliau di dunia ini. Dua hal inilah yang harus menjadi pegangan paten bagi orang-orang yang ingin menelusuri jalan dakwah pada kehidupan ini dengan penuh keteladanan.

Menjadi teladan bukan sekedar memberikan contoh kebaikan. Namun harus melintasi dimensi kata yang bertransformasi untuk menjadi contoh kebaikan. Menjadi, bukan memberi. Karena menjadi teladan artinya kita mulai memupuk kualitas pribadi yang dicintai Allah dari dalam diri kita sendiri. Bukan memberikan contoh kepada orang lain yang didahulukan, namun memberikan contoh bagi diri sendiri. Karena sungguh, Allah tidak menyukai seorang hamba yang perkataannya tidak sesuai dengan apa yang ia perbuat. Petuahnya hanya sekedar kekosongan yang tak berarti. Kemudian kata-katanya menjadi usang, yang semakin lama akan membusuk tertelan waktu.

0 komentar:

Posting Komentar