“Jika hamba-Ku mendekat kepada-Ku satu jengkal, maka aku
akan mendekat kepada-Nya satu hasta. Jika hamba-Ku mendekat kepadaku satu
hasta, Aku akan mendekat kepada-Nya satu depa. Jika hamba-Ku mendatangiku
dengan berjalan, Aku akan mendatanginya dengan berlari"
(HR.Bukhari)
Dakwah bukan hanya sekedar syiar tanpa makna. Namun terdapat unsur
yang teramat penting bernama keteladanan. Bayangkan jika seorang pejuang dakwah
tidak memiliki sosok yang patut diteladani. Segala bentuk perangainya tidak
membuahkan hasil sama sekali. Karena hati yang disentuh olehnya telah kaku
karena tingkah lakunya yang tidak mencerminkan sebagai seorang teladan. Sebuah
keniscayaan bahwa yang akan turun adalah azab Allah, bukan rahmat yang
menyejukkan.
Seorang pejuang dakwah sangat memahami bahwasannya iman
hanya dapat disentuh dengan iman. Akhlak yang baik hanya dapat diraih dengan
jalan akidah yang benar sehingga kemudian terimplementasikan dalam kehidupan
sehari-hari. Itulah cara dakwah efektif Rasulullah selama kurang lebih 22 tahun
membangun peradaban Islam di masanya. Membangun pondasi awal berupa penanaman
akidah dan akhlaq para sahabat yang begitu terhujam kuat ke dalam hati. Sebagai
efeknya akan melahirkan genarasi umat yang tidak memiliki kecacatan tekad sama
sekali.
Sehingga muncullah sosok seperti Abu Dzar Al Ghiffari
sebagai orang yang lurus perkataannya. Seorang yang keras berjuang menegakkan
kebenaran walaupun bertahun-tahun diasingkan di jazirah arab. Hingga akhirnya
sempat terucap dari lisannya ketika ia menghadap raja di Mekkah yang dzalim
“bahkan kalaupun anda meletakkan pedang di leher saya, dan ternyata masih ada
sepatah kata yang Rasulullah ucapkan kepada saya dan wajib saya sebarkan. Maka
saya akan mengatakannya walau akhirnya leher ini akan terhunus oleh pedang
anda” Maha Pemurah Allah, yang telah menghujamkan kecintaan pada dakwah ke
dalam diri insan mulia dari Ghiffar itu.
Orientasi akan sebuah akhir yang baik berupa akhirat akan
menjadi nafas hidup bagi orang-orang meniti jalan mulia ini. Sang teladan
sejati pernah mengingatkan bahwasannya jalan hidup kita tak akan mudah. Diorama
dunia yang menggiurkan akan senantiasa menjadi batu penghalang ketika kita
sedang berusaha memupuk keistiqomahan menuju akhir yang baik itu. Hanya Al
Quran dan Hadits yang akan menjadi pedoman mereka sepeninggalnya beliau di
dunia ini. Dua hal inilah yang harus menjadi pegangan paten bagi orang-orang
yang ingin menelusuri jalan dakwah pada kehidupan ini dengan penuh keteladanan.
Menjadi teladan bukan sekedar memberikan contoh kebaikan.
Namun harus melintasi dimensi kata yang bertransformasi untuk menjadi contoh
kebaikan. Menjadi, bukan memberi. Karena menjadi teladan artinya kita mulai
memupuk kualitas pribadi yang dicintai Allah dari dalam diri kita sendiri.
Bukan memberikan contoh kepada orang lain yang didahulukan, namun memberikan
contoh bagi diri sendiri. Karena sungguh, Allah tidak menyukai seorang hamba
yang perkataannya tidak sesuai dengan apa yang ia perbuat. Petuahnya hanya
sekedar kekosongan yang tak berarti. Kemudian kata-katanya menjadi
usang, yang semakin lama akan membusuk tertelan waktu.
0 komentar:
Posting Komentar